Pada bulan September 2017, Badai Maria melanda Puerto Riko dan membawa kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Badai Kategori 4 ini menghantam pulau tersebut pada tanggal 20 September, setelah sebelumnya menyapu beberapa pulau di Karibia. Dengan kecepatan angin hingga 250 kilometer per jam, Maria menjadi salah satu badai terkuat yang pernah tercatat di wilayah tersebut. Akibatnya, Puerto Riko mengalami krisis kemanusiaan yang parah dengan dampak jangka panjang terhadap infrastruktur, kesehatan, dan ekonomi.

Baca Juga : Gempa Bumi Kashmir 2005: Tragedi yang Mengguncang Asia Selatan

Skala Kerusakan

Badai Maria meluluhlantakkan hampir seluruh Puerto Riko. Jaringan listrik di seluruh pulau padam, menyebabkan lebih dari 3 juta orang hidup tanpa listrik selama berbulan-bulan. Laporan menyebutkan bahwa beberapa wilayah baru mendapat aliran listrik kembali setelah hampir setahun. Banyak rumah hancur, jalan-jalan rusak, dan jembatan runtuh, sehingga komunikasi dan distribusi bantuan darurat menjadi sangat sulit.

Selain itu, sekitar 80% tanaman pertanian musnah akibat badai, yang berdampak besar pada sektor pertanian dan menyebabkan ketidakpastian pangan. Badai Maria juga memicu banjir besar yang menghancurkan rumah-rumah dan memaksa ribuan orang untuk mengungsi.

Krisis Kesehatan dan Kemanusiaan

Krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh Badai Maria berdampak pada akses air bersih, makanan, dan layanan kesehatan. Banyak rumah sakit rusak atau kehilangan akses ke listrik dan air bersih, memperburuk situasi pasien. Laporan menyebutkan bahwa kematian langsung akibat badai mencapai ratusan, namun angka sebenarnya jauh lebih tinggi ketika memperhitungkan dampak tidak langsung, seperti kurangnya akses ke perawatan kesehatan dan kondisi hidup yang buruk pasca badai.

Sebuah studi dari Universitas Harvard pada Mei 2018 memperkirakan bahwa kematian terkait Badai Maria mencapai sekitar 4.645 orang, jauh lebih tinggi dari angka resmi awal yang dilaporkan oleh pemerintah Puerto Riko. Faktor-faktor seperti kegagalan layanan kesehatan, penyakit, dan tekanan mental akibat situasi tersebut berkontribusi pada meningkatnya jumlah kematian.

Tanggapan Bantuan yang Terlambat dan Kritik

Tanggapan terhadap Badai Maria mendapat kritik luas, baik di tingkat lokal maupun internasional. Pemerintah Amerika Serikat dianggap lambat dalam memberikan bantuan, dengan banyak penduduk Puerto Riko yang merasa diabaikan. Bantuan federal, meskipun ada, dinilai tidak memadai untuk mengatasi skala bencana yang terjadi.

Selain itu, banyak wilayah pedesaan yang tidak terjangkau selama berbulan-bulan karena akses yang terputus. Ini menyebabkan kekurangan bahan makanan, air, dan obat-obatan yang meluas di banyak komunitas. Krisis ini memicu diskusi lebih lanjut tentang status Puerto Riko sebagai wilayah AS yang tidak diakui sebagai negara bagian, serta ketidaksetaraan dalam alokasi bantuan bencana dibandingkan dengan wilayah lain di daratan AS.

Dampak Jangka Panjang

Dampak Badai Maria masih dirasakan hingga bertahun-tahun setelah bencana tersebut. Banyak infrastruktur yang belum sepenuhnya diperbaiki, dan ekonomi Puerto Riko mengalami keterpurukan. Pulau ini menghadapi eksodus massal, dengan lebih dari 130.000 penduduk Puerto Riko pindah ke daratan utama Amerika Serikat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Migrasi besar-besaran ini berkontribusi pada menurunnya populasi dan berdampak pada struktur ekonomi dan sosial pulau tersebut.

Sementara itu, badai ini juga memicu perdebatan tentang perubahan iklim, dengan banyak pakar yang menyebutkan bahwa pemanasan global meningkatkan intensitas badai seperti Maria. Puerto Riko menjadi simbol bagaimana bencana alam bisa mempengaruhi komunitas yang rentan dan kurang siap menghadapi perubahan iklim.

Kesimpulan

Badai Maria pada tahun 2017 adalah salah satu bencana alam paling mematikan dan menghancurkan dalam sejarah Puerto Riko. Badai ini menunjukkan kerentanan infrastruktur, krisis kemanusiaan yang timbul akibat kegagalan tanggapan bantuan, serta bagaimana peristiwa seperti ini bisa berdampak jangka panjang pada komunitas. Pulau ini masih terus berjuang untuk pulih, dan peristiwa ini menjadi pengingat akan perlunya tindakan global dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim.